BERITAPALANGKARAYA.COM – Masih ingat dengan “Jaga Zapin?” Program yang disingkat dengan Jaga Zona Pertanian, Perekonomian dan Perindustrian itu cukup berkontribusi dalam menjaga stabilitas harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Riau.
Belakangan ini, pergerakan harga TBS kelapa sawit di Riau cenderung menurun. Penyebabnya, turun naik (fluktuasi) harga minyak sawit dunia. Secara internal, proses penetapan harga di Dinas Perkebunan (Disbun) Riau turut memengaruhi penurunan tersebut.
Menurut Mulono Apriyanto, yang merupakan salah satu anggota Tim Penetapan Harga (TPH) Disbun Riau, menjelaskan bahwa Indeks K, yang menjadi komponen penting dalam penentuan harga TBS sawit petani, belakangan ini relatif stabil di kisaran angka 90-92.
“Stabilitas ini terjadi karena para perusahaan yang menyediakan data sudah lebih terbuka, meskipun ada beberapa data yang masih diragukan,” kata Doktor Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian lulusan Universitas Gadjah Mada itu, dilansir dari wartaekonomi.co.id, Sabtu, 7 September 2024
Jumlah perusahaan yang berkontribusi dalam penyediaan data juga meningkat. “Semakin banyak data yang tersedia, maka proses penetapan harga akan menjadi lebih akurat,” ungkapnya.
Menurutnya, kondisi ini tak lepas dari program Jaga Jaga Zapin, yang digagas dua tahun lalu oleh mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau, Dr Supardi, SH MH. Tujuan utama dari program ini untuk menjaga ketersediaan, transparansi, dan kejujuran data sesuai regulasi, terbukti berhasil.
Sebelum ada Jaga Zapin, data yang disediakan oleh pabrik kelapa sawit (PKS) sangat terbatas, transparansinya kurang. Data yang masuk ke Dinas Perkebunan Provinsi Riau tidak lengkap. Setiap keputusan dari penetapan harga TBS kelapa sawit tiap minggunya, sering diragukan.
Dampaknya, perhitungan Biaya Operasi Tidak Langsung (BOTL) dan Biaya Operasional Langsung (BOL) menjadi bermasalah, yang pada akhirnya merugikan petani. “BOTL bahkan sempat menjadi perhatian serius Kejaksaan Tinggi Riau di masa kepemimpinan Supardi,” kata Mulono.
Seiring berjalannya waktu, perusahaan-perusahaan mulai terbiasa dengan pengawasan yang dilakukan oleh Kejaksaan dalam setiap rapat penetapan harga TBS.
“Meskipun sempat kikuk, suasana kini mulai cair. Kesadaran bersama bahwa tujuan Jaga Zapin adalah menjaga keseimbangan ekonomi petani dan perusahaan mulai terbentuk,” ungkapnya.
Namun, ia mengakui bahwa frekuensi pengawasan di era Supardi sebagai Kajati Riau lebih intens dibandingkan saat ini.
Program Jaga Zapin pertama kali diluncurkan setelah Supardi menjabat sebagai Kajati Riau selama enam bulan.
Supardi, yang kini menjabat sebagai Direktur Ekonomi dan Keuangan di Kejaksaan Agung, mengidentifikasi empat masalah utama di sektor perkebunan sawit, salah satunya terkait harga TBS.
Program Jaga Zapin berhasil memberikan dampak positif bagi petani kelapa sawit, yang kini merasakan keadilan dalam penetapan harga.
Atas kontribusinya, Supardi dianugerahi gelar Pahlawan Petani Sawit Indonesia pada Hari Pahlawan, 10 November 2022, oleh DPP Apkasindo. Setahun kemudian, ia menerima penghargaan dari Majalah Sawit Indonesia Award 2023 atas perhatiannya terhadap sektor sawit, khususnya di Riau.
Ketua DPW Apkasindo Riau, KH Suher, berharap agar program Jaga Zapin terus dipertahankan dan lebih intens dalam mengawal proses penetapan harga.
Dia menyatakan bahwa sebelum Jaga Zapin, harga penetapan TBS Disbun Riau selalu berada di peringkat 4 atau 5 dari 22 provinsi penghasil sawit. Namun, setelah program ini berjalan, peringkat Riau melonjak ke posisi 1.
Kendati demikian, dalam enam bulan terakhir, harga TBS Riau kembali turun ke peringkat 3-6. “Mungkin diperlukan peningkatan pemantauan dari Kajati Riau saat ini, serta akselerasi Jaga Zapin ke tingkat kabupaten/kota,” tambah Suher.
Jaga Zapin seharusnya membuat semua pihak merasa diuntungkan. “Petani sawit akan mendapatkan keadilan harga, perusahaan memperoleh kepastian hukum, dan negara mendapatkan penerimaan pajak yang transparan,” tutur Suher.***